Tuesday, March 26, 2013

Elastisitas Transmisi Harga

Elastisitas transmisi harga digunakan untuk menjelaskan perbandingan persentase perubahan harga di tingkat pengecer dengan persentase perubahan harga di tingkat produsen. Analisis transmisi ini memberikan gambaran bagaimana harga yang dibayarkan konsumen akhir ditransmisikan kepada produsen.

Untuk melihat hubungan elastisitas harga di tingkat produsen dan tingkat konsumen, dapat dilihat elastisitas transmisi harganya yaitu perubahan nisbi dari harga eceran terhadap perubahan nisbi harga di tingkat produsen (Azzaino, 1982). Elastisitas transmisi harga dapat dirumuskan sebagai berikut (George dan King, 1971) :

n = dPr/dPf . Pf/Pr

Keterangan :

n : elastisitas transmisi harga

Pr : harga di tingkat konsumen

Pf : harga di tingkat petani produsen

d Pr : perubahan harga di tingkat konsumen

d Pf : perubahan harga di tingkat produsen

Elastisitas harga dapat juga dicari dengan menggunakan logaritma dari fungsi (Azzaino, 1982) :

Pf = a + Pr n

ln Pf = ln a + n ln Pr

Elastisitas transmisi harga untuk hasil-hasil perikanan umumnya bernilai kurang dari satu (n < 1), artinya perubahan harga 1% di tingkat konsumen akan mengakibatkan perubahan harga yang kurang dari 1% di tingkat produsen. n = 1, berarti perubahan harga 1% di tingkat konsumen mengakibatkan perubahan 1% ditingkat produsen, sedangkan n > 1, berarti perubahan harga 1% di tingkat konsumen mengakibatkan perubahan harga > 1% di tingkat produsen.

Pada n = 1, maka keadaan pasar berjalan dengan efisien, sedangkan n < 1 atau n > 1, maka keadaan pasar tidak berjalan dengan efisien (tidak bersaing sempurna).

Elastisitas harga sama dengan satu (n = 1) tidak selalu menunjukkan bahwa pasar telah bersaing dengan sempurna. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dianalisis terlebih dahulu bagaimana struktur pasar, perilaku pasar dan penampilan pasarnya.

Dengan diketahui besaran elastisitas transmisi harga, maka dapat diketahui pula besar perubahan nisbi harga di tingkat pengecer (dPr/Pr) dan perubahan harga di tingkat petani (dPf/Pf), sehingga dengan diketahuinya hubungan ini diharapkan adanya informasi pasar tentang :

a. Kemungkinan adanya peluang kompetisi yang efektif dengan jalan memperbaiki ‘market transperency’.

b. Keseimbangan penawaran dan permintaan antara petani dengan pedagang, sehingga dapat mencegah fluktuasi yang berlebihan.

c. Kemungkinan pengembangan pedagang antar daerah mengabaikan informasi perkembangan pasar nasional atau lokal.

d. Kemungkinan pengurangan resiko produksi dan pemasaran sehingga dapat mengurangi kerugian.

Untuk memperjelas uraian tentang elastisitas transmisi harga, maka ada baiknya kita melihat hasil penelitian Hidayat, Sofia dan Lilimantik (2009) mengenai model agribisnis usaha budidaya ikan di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan. Nilai elastisitas transmisi harga ikan budidaya di Kabupaten Banjar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rasio harga di tingkat produsen (Pf) dengan harga di tingkat pengecer (Pr) dan nilai elastisitas transmisi harga (n)

No. Keterangan Nilai ET Nila Nilai ET Mas Nilai ET Patin

1. Pr/Pf 0.585 0.588 0.580

2. n 0.421 0.394 0.452

Sumber : Penelitian Model Agribisnis Budidaya Perikanan Di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan (Hidayat, Sofia dan Lilimantik, 2009)

Tabel 1 menjelaskan elastisitas transmisi harga antara harga ikan nila, mas dan patin di tingkat produsen dengan harga di tingkat pengecer adalah kurang dari satu (n < 1) yaitu harga ikan nila sebesar 0.421, harga ikan mas sebesar 0.394 dan harga ikan patin sebesar 0.452. Nilai tersebut mengindikasikan apabila terjadi perubahan harga sebesar 1% di tingkat konsumen maka akan menyebabkan perubahan harga ikan nila sebesar 0.421 di tingkat produsen, harga ikan mas sebesar 0.394 dan harga ikan patin sebesar 0,452. Artinya elastisitas transmisi harga bersifat in elastis.

Elastisitas transmisi harga antara harga ikan nila, mas dan patin di tingkat produsen dengan harga di tingkat pengecer adalah kurang dari satu (n < 1) yaitu sebesar -0,130. Nilai tersebut mengindikasikan apabila terjadi perubahan harga sebesar 1% di tingkat konsumen maka akan menyebabkan perubahan harga sebesar -0,130% di tingkat produsen, artinya elastisitas transmisi harga bersifat in elastis.

Kecilnya nilai elastisitas harga yang didapatkan dalam perhitungan ini disebabkan :

a. Komoditi yang dihasilkan mudah rusak, sehingga harus secepatnya dijual tanpa memperhitungkan harga.

b. Produk perikanan budidaya umumnya di produksi secara banyak dan homogen, sehingga apabila ada produsen yang menaikkan harga akan menyebabkan konsumen beralih untuk mengkonsumsi komoditi yang dihasilkan produsen yang lain.

c. Langkanya informasi harga eceran, karena informasi harga yang ada adalah harga di tingkat pedagang pengumpul.

Dengan mengetahui nilai elastisitas transmisi harga ini diharapkan akan diperoleh informasi yang nantinya akan dapat digunakan untuk memperbaiki posisi tawar menawar produsen. Meskipun demikian pada umumnya posisi produsen dalam pemasaran produk perikanan sangat lemah, disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Bagian pangsa pasar (market share) yang dimiliki produsen umumnya sangat kecil, sehingga produsen hanya bertindak sebagai penerima harga (price taker).

b. Komoditi hasil perikanan umumnya mudah rusah (perishable), sehingga harus secepatnya dijual tanpa memperhitungkan harga.

c. Lokasi produksi terpencar-pencar dan sulit untuk dicapai.

d. Kurangnya informasi pasar sehingga produsen tidak mengetahui kualitas dan kuantitas yang diinginkan konsumen. Hal itu menyebabkan produsen mudah diperdaya oleh lembaga-lembaga pemasaran yang berhubungan langsung dengan mereka.

e. Adanya pinjaman dan kredit dari lembaga pemasaran yang bersifat mengikat, sehingga memperlemah posisi produsen dalam menentukan harga.

Emmy Lilimantik (elilimantik@yahoo.co.id)

Stap pengajar pada PS. Agribisnis Perikanan Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat Kalimantan Selatan-Indonesia
MARGIN PEMASARAN HASIL PERIKANAN

Dalam teori harga, produsen dianggap bertemu langsung dengan konsumen sehingga harga pasar yang terbentuk merupakan perpotongan antara kurva permintaan dan kurva penawaran.

Realitas pemasaran produk perikanan ternyata agak berbeda dari anggapan ini, karena produk perikanan yang diproduksikan di daerah sentra produksi akan sampai ke tangan konsumen akhir setelah menempuh jarak yang sangat jauh, antar kabupaten, antar propinsi, antar negara bahkan antar benua, baik produk segar ataupun olahan.

Dengan demikian sebenarnya jarang sekali produsen melakukan transaksi secara langsung dengan konsumen akhir. Untuk itu digunakan konsep margin pemasaran.

Margin pemasaran dapat didefinisikan sebagai (Tomek dan Robinson, 1977) :

(1) Perbedaan antara harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dengan harga yang diterima produsen ;

(2) Biaya dan jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran.

Margin pemasaran merupakan selisih antara harga ditingkat pengecer dengan harga di tingkat produsen (nelayan/petani ikan).

Margin pemasaran hanya menunjukkan perbedaan harga antara pengecer dan petani dan tidak memberikan pernyataan tentang jumlah produk yang dipasarkan. Sedangkan nilai margin pemasaran (value of marketing margin) merupakan perkalian antara jumlah produk yang dipasarkan (Qr.f) (Dahl dan Hammond, 1977).

Besar nilai margin pemasaran ini dapat diklasifikasikan kedalam dua bagian, yaitu :

(1) Biaya-biaya pemasaran (marketing cost) adalah besarnya biaya-biaya yang dikeluarkan untuk faktor-faktor produksi yang digunakan di dalam pengolahan produk hingga pemasarannya mulai dari petani sampai ke konsumen akhir. Biaya-biaya pemasaran ini disebut juga pendapatan atas faktor produksi (return to factors). Termasuk kedalamnya komponen-komponen upah, bunga, sewa dan keuntungan.

(2) Pungutan-pungutan pemasaran (marketing charges) adalah pungutan atau biaya jasa yang diambil oleh berbagai lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran produk, seperti pengecer, grosir, pengolah dan pengumpul. Pungutan-pungutan pemasaran ini disebut pendapatan atas aktivitas lembaga pemasaran (return to institutions) yang terlibat dalam pemasaran suatu komoditas.

Berdasarkan definisi bahwa margin pemasaran merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran, maka membawa konsekuensi yang berbeda dengan analisis sebelumnya. Jasa-jasa pemasaran sering dikaitkan dengan penambahan utility dari guna bentuk (form utility), guna tempat (place utility), guna waktu (time utility) serta guna kepemilikan (possesion utility).

Margin pemasaran dapat dihitung dengan mencatat nilai penjualan (gross money sale), nilai pembelian (gross money purchase) dan volume barang dagangan dari tian lembaga pemasaran (marketing agency) yang terlibat dalam suatu proses pemasaran. Berdasarkan nilai penjualan (Ps), nilai pembelian (Pb) dan volume barang dagangan (V), maka average gross margin (AGM) dari tiap lembaga pemasaran adalah sebagai berikut :

AGM = Ps-Pb/V

Dengan cara menetapkan suatu saluran pemasaran tertentu dan mencari AGM dari urutan pedagang yang mengambil bagian dalam saluran pemasaran tersebut, maka margin pemasaran dari keseluruhan saluran pemasaran dapat diketahui (Hanafiah dan Saefuddin, 1983). Besar kecilnya margin pemasaran dapat mempengaruhi harga eceran dan harga di tingkat nelayan.

Perubahan margin pemasaran tersebut hanya akan mempengaruhi permintaan turunan dan penawaran turunan. Bila margin pemasaran berkurang, maka permintaan turunan akan bergeser keatas/kekanan, sedangkan penawaran turunan akan bergeser kekanan/kebawah. Dengan demikian maka harga eceran akan turun dan harga di tingkat nelayan akan naik.

Bila elastisitas harga atas permintaan kurang elastis dari penawarannya, maka perubahan harga eceran lebih besar dari perubahan harga ditingkat nelayan. Dengan demikian, dengan turunnya margin pemasaran, perubahan kenaikkan harga di nelayan lebih kecil. Besarnya margin pemasaran secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

M = Pr – Pf.

Keterangan : M = margin pemasaran Pr = harga tingkat konsumen Pf = harga ditingkat produsen.

Berdasarkan analisis margin pemasaran tersebut maka akan dapat diketahui :

1. Bagaimana perbandingan share keuntungan dari masing-masing lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran dalam arti apakah merata atau justru nelayan yang dirugikan.

2. Bagaimana perbandingan share keuntungan dengan biaya pemasarannya apakah cukup logis atau tidak apabila dilihat dari berbagai lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran.

Margin pemasaran berbeda-beda antara suatu komoditas dan komoditas lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan dalam perlakuan, pengolahan dan distribusi suatu komoditas mulai dari produsen sampai ke tingkat konsumen akhir.

Margin pemasaran cenderung akan meningkat dalam jangka panjang dengan menurunnya proporsi harga yang diterima oleh petani/nelayan. Tetapi pada jangka pendek margin pemasaran relatif stabil dalam hubungannya dengan berfluktuasinya harga-harga produk hasil pertanian (Hanafiah dan Saefuddin, 1983).

Selanjutnya dikatakan kecilnya margin dalam suatu pemasaran dapat menunjukkan baiknya sistem pemasaran tersebut, dengan asumsi pasar persaingan sempurna. Tetapi, tingginya proporsi harga yang diterima petani/nelayan belum mencerminkan tingginya keuntungan petani/nelayan tersebut karena belum diperhitungkan besarnya biaya produksi.

Emmy Lilimantik (elilimantik@yahoo.co.id)

Staf Pengajar pada PS Agribisnis Perikanan Universitas Lambung Mangkurat Kalimantan Selatan Indonesia